Senin, 06 Agustus 2012

Bali trip


Karena mata saya ngantuk banget, jadi saya ngeblog perjalanan hari ke 2 di bali.

Minggu, 29 Juli 2012

Karena sudah beli tiket return ke Sanur, jadi kita ga perlu pagi pagi datang ke Junggut Batu. Skedul keberangkatan boat paling pagi jam 8 pagi, jam setengah 7 pagi, kita sudah siap.

Pagi hari di penginapan, sudah ada beberapa turis yang jogging di pantai, berenang mengejar ombak, ombak di sini lebih besar dibandingkan ombak di pantai kuta.
Ada yang sekedar duduk duduk menikmati pagi atau sekedar memotret pantai Lembongan di pagi hari.

Nusa Lembongan sama sekali tidak bisa merasakan sun rise, pagi hari sama sekali tidak ada aktivitas. Benar benar tempat yang cocok untuk menyendiri.
Jam setengah 7 pagi matahari masih belum kelihatan, keadaan langit cenderung mendung.

Karena sopir kapal sedang mengadakan upacara, jadi pihak hotel tidak bisa mengantarkan kami ke Junggut Batu, jadi kami putuskan untuk jalan kaki ke Junggut Batu.

Banyak kapal nelayan merapat, para istri membantu suami mengambil hasil tangkapan ikan. Karena hari minggu, banyak anak kecil yang bermain disepanjang jalan, ada yang membantu orang tua menjemur rumput laut.
Rumput laut disini tidak bisa langsung dimakan tapi harus dioleh dulu. Info dari sopir kapal kalau rumput lautnya diekspor ke Jepang.

Dari penginapan jalan kaki pelan pelan sambil menikmati pagi kira kira perlu waktu 15-20 menit. Penginapan penginapan sedang berbenah, menyapu pasir pantai didepan penginapan, bersih bersih.

Semakin mendekati Junggut Batu, tempat pemukiman penduduk, jalan berpasir sudah tidak ada, para penduduk – perempuan menunggu suaminya pulang dari laut.

Sampai di pelabuhan Junggut Batu (dekat or sebelah pura Segara) kondisi sudah ramai oleh  penumpang yang akan kembali ke Sanur.
Disini saya beli air panas (di Nusa Lembongan tidak ada yang gratis) harga Rp 1.500 (untuk bikin cereal), sarapan pagi saya ngemil biscuit.
Ada warung kecil persis disebelah loket tiket boat. Diwarung menjual nasi, mie, snack (saya kurang tau harganya karena tidak minat beli barang disini).

Sampai di Junggut Batu kapal sudah penuh, tapi karena kami punya tiket return dan kami minta jam 8 pagi, jadi kami bisa dapat seat. Begitu kami tiba, seat penjualan boat untuk jam 8 ditutup – alias sold out.

Jam 8 kurang 10 menit, boat dari Sanur datang, setelah menurunkan penumpang, jam 8 kami sudah dipersilahkan naik boat.
Kali ini saya duduk didepan, disamping sopir boat. Saya lupa nama boatnya, tapi kata teman saya lebih bagus dari boat yang kami naiki kemarin.
Ombak hari ini juga lebih tenang dibadingkan kemarin (kemarin cuaca juga bagus, cerah, hanya saja pagi ini lebih tenang).
Matahari di Pantai Sanur

Jam setengah 9 lebih kami sampai di Sanur. Menikamti Sanur sejenak, sambil belanja sedikit oleh oleh. Belanja pagi hari berdasarkan pengalaman saya di pantai kuta yang lalu, harga yang diberikan penjual lebih murah. Pilih toko yang baru buka, yang barang barangnya belum selesai di display, biasanya bisa dapat potongan banyak.

Disini kami borong sandal jepit – batik 10 pasang, baju bali anak anak, celana pantai, topi, yang harganya setelah kami tawar, masih lebih murah dari Krisna (pusat oleh oleh Bali). Win win solutionlah, kita hepi yang jual juga hepi, soalnya kita belinya banyak.

Jam 9 kami naik taxi ke Vihara Budha Maitreya (wilayah Denpasar).
Alamat : Jl Gunung Soputan 88X
Taxi blue bird, tarif ga sape Rp. 50.000 (mungkin Rp. 47.000 an), tapi saya bayar Rp. 50.000.
Vihara yang satu ini keren banget, seluruh dindingnya diukir, lantai 1-2. Pengukirnya aja mengukir selama 2 tahun. Bulan September 2012 ini akan diresmikan.

Pilar utama dipintu masuk altar terdapat ukiran naga air.
Lantai 1 vihara, ada altar sembahyang untuk Budha Maitreya, Sakyamuni (Sidharta Gautama), Avalokitesvara (kwan Im) dan Kwan Kong. Disepanjang dinding luar altar lantai 1 ada ukiran perjalanan hidup Sang Budha (Sidharta Gautama).
Ukiran sangat detail dan jelas, ukiran dedaun-an, ranting pohon juga terlihat jelas.

Naik ke lantai 2, altar utama. Dinding disamping tangga ke Lantai 2, terdapat ukiran Budha Maitreya, yang pengukirnya selama mengukir Budha Maitreya tidak makan daging, alias vegetarian.
Pilar utama di depan altar ini terdapat ukiran naga api.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11, kami mencari rumah makan vegetarian dekat vihara, akan tetapi rumah makan tersebut tutup, dan info dari pelayan restoran sebelah tidak ada rumah makan vegetarian lain. Ya sudah kita makan di warung aja.
Yang non vege, pesan nasi campur (yang jualan orang banyuwangi), yang vege pesan nasi putih Rp. 3.000, makan lauk yang kami bawa.

Jam 12 siang, kami sudah akan dijemput Bali Sari Tour. Kami akan rafting di Ayung, Ubud, web : http://balitourmurah.com/ayung-rafting-ubud-rafting/
Tarif Rafting Rp. 230.000 per orang (Beginner).
Fasilitas : Penjemputan dan penghantaran, handuk, makan setelah rafting.
Diperlukan uang muka 50% sebelumnya.

Mobil penjemputan Suzuki APV, sopir ramah menjelaskan tentang Bali. Perjalanan dari Gunung Soputan ke Ayung, Ubud memerlukan waktu 1 jam.
Sepanjang perjalanan saya memanfaatkan waktu untuk tidur (hemat energi untuk rafting).

Jam 1 lebih kami sampai dilokasi, yang ternyata disawah sawah, dibelakang makam.
Tempatnya sepi sekali, petugas rafting belum datang.
1 hari hanya ada rafting 2kali, pagi (penjemputan jam 8 pagi) dan siang (penjemputan jam 12 siang).

10 menit kemudian petugas datang, saya melengkapi form isi nama, dll (untuk kepentingan asuransi), membayar sisa  biaya rafting 50%. Setelah itu kami memilih pelampung, helm dan diberi dayung.

Ternyata kami belum boleh turun, masih harus menunggu petugas yang lain, karena ada 2 orang turis asing ikut rafting.
Finish all, kita sama sama turun kebawah.

Alamak tangga turun kebawahnya banyak kali 400 lebih kayaknya…belum apa apa dah gempor dulu.

Sampai dibawah ternyata harus tunggu lagi, ada tambahan 4 turis asing yang mau rafting. Kita berangkat harus sama sama, tujuannya kalau ada apa apa diperjalanan ada perahu lain yang bias membantu.

Karena kita ber 5 + 2 bule + 4 tambahan + 3 instruktur = 14 orang, jadi berangkat 3 boat.

Disini ada sedikit insiden. Karena masih harus menunggu peserta rafting yang lain, jadi kami hanya duduk duduk dibawah. Disini ada 2 buah batu besar, saya duduk dibatu ini sambil tiduran menghadap langit.

Udara sejuk, ditemani suara air mengalir, kiri kanan pohon hijau, what a wonderful place. Karena tempat yang bagus saya jadi pengen mengabadikan momen bagus, karena banyak bebatuan dan air mengalir, bagus sekali.

Dari tempat saya berdiri hasil foto kurang maksimal, jadi saya pindah ke batu sebelahnya. Setelah selesai potret sana sini, kembalilah saya ke posisi semula. Nah disinilah terjadi insiden.

Untuk kembali saya harus melalui satu baru datar yang lebar dan saya sudah lewat batu ini 3 kali. Untuk kali yang ke 4 saya tidak lewat sebelah kiri batu, tapi saya langsung melangkah kedepan, and you know what, ternyata permukaan tidak rata, tiba tiba saja permukaan yang saya pijak amblas ke bawah. Ternyata disana pasir tidak padat, langsung aja kecebur, ga tanggung tanggung sampai dada.

Kaget, of course, langsung tangan yang pegang kamera saya naikkan ke atas. Kamera saya Sony Cybershot DSC W55 (kamera jadul banget). Begitu saya naik keatas, saya coba bisa nyala ga, ternyata masih bisa, ok, dipake ngeklik foto juga bisa, setelah itu hang, kamera off, lensa tidak bisa masuk kedalam, LCD mati pet.
Pelajaran kalau barang elektronik kemasukkan air, jangan langsung dinyalakan bisa konslet partisi didalamnya, tunggu sampai kering baru dinyalakan kembali.
Pertama tama yang saya lakukan, selamatkan memory card dan baterai.

Ya udah, berhubung memang rencana mau ganti kamera, jadi rusak juga ga begitu sakit hati. Ternyata 2 hari setelahnya saya charge baterai full, lalu saya pasang dikamera saya, and ajaib, nyala, bisa dipakai seperti sedia kala, kecuali ga bisa display gambar yang sudah diambil. Bukan bermaksud promosi, tapi kayaknya kamera Sony – oke. Saya beli kamera Sony lagi (bukan branded, tapi saya suka gambar dan warna plus menu kamera Sony, dibandingkan merk lain, hasil juga lebih bagus, sudah saya buktikan (perbandingan dengan kamera Lumix dan Canon), tapi jangan dibandingkan sama kamera SLR lho.

Karena peserta yang lain kagak nongol nongol, kita ber lima berangkat. Sebelumnya dikasih briefing singkat sama coach kita – Sule, namanya. Cara pegang dayung, dan apa yang harus dilakukan selama rafting.

Info dari Sule, saat ini kurang bagus untuk rafting, karena ketinggian air dibawah 20cm (ga tau ukuran 20 cm itu diukur dari mana). Paling bagus rafting saat ketinggian air 50cm, kalau 60 cm itu bahaya, arus deras. Ketinggian 50cm itu saat musim hujan.

Perjalanan 5 km, lama perjalanan rafting 2 jam, dan ada 2 titik poin pemberhentian, 2 tempat stop untuk berenang (kalo mau – info dari Sule air tidak dalam, jadi aman dipakai berenang) plus 1 tempat istirahat (ada warung kecil).

Titik poin pertama, tembok ukiran Ramayana – diukir tahun 1970 an. Kira kira  sepanjang 500 meter ada ukiran di sepanjang tembok sungai. Didekat sini ada penduduk lokal yang nakal, menambang pasir secara illegal.

Titik point yang ke dua, air terjun, sempatkanlah untuk berforo ria disini. Air terjun mini, tapi bagus, airnya deras sekali.

Bagi yang tidak bisa berenang saya sarankan tidak usah berenang, memang dipermukaan air tampak tenang, akan tetapi dibawah ada arus air, jadi bisa hanyut.

Sepanjang sungai ada beberapa resort yang mahal, dan hanya ada 1 rwesort yang menurut saya TOP BGT, yang pasti bayarnya pake USD. Bagus banget, pemadangannya cocok dengan Ubud, letak resort hijau-banyak pohon, ada aliran sungai dibelakangnya. Minggu lalu ada couple dari USA menyelenggarakan pernikahan di resort ini (saya lupa nama resortnya).

Kami berhenti disatu point (ada warung), tapi harganya alamak…… selangit. Masa kopi segelas harganya sampe 30.000, semua minuman 30 ribu.
Batal deh acara saya minum degannya.

Kira kira jam 5 sore kami sampai di tujuan. Untuk naik keatas harus naik anak tangga, yang menurut saya lebih banyak dibandingkan dengan anak tangga yang saya turuni sebelumnya.

Sampai diatas, kami diberi handuk untuk mandi, tempat mandinya seperti di kolam renang, tapi tirainya cuma kain bali yang tipis, jadi ga pede mandinya.
Setelah mandi kami makan, (fasilitas rafting), menu ala kadar 5 macam menu (1 macam sup), kerupuk, plus air putih.

Selesai makan, kami memberikan tips rafting ke Sule Rp. 100.000 (kebanyakan ga yah…), lalu kami diantarkan kembali ke Hotel Tune – Legian oleh bali Sari Tour.

Ini pertama kalinya saya menginap di Tune hotel. Hotel bagus, gambaran ruangan persis seperti apa yang saya lihat diinternet. Kasur Ok, toilet OK, nice to try.

Selesai check in (ada deposit key Rp. 15.000 per room, dikembalikan saat check out), kami lanjut naik taxi ke Krisna – Kuta, Rp. 25.000
Belanja belanji, snack, baju, topi, tas, etc, murah murah…

Kembali kami naik taxi ke kuta, pijat – soalnya besok senin mo kerja, jadi persiapan supaya ga gempor gempor amat.
Massage full body, Rp. 70.000 (1 jam)
Refleksi Rp. 25.000 (30 menit)

Jam 23.30 kami naik taxi balik ke hotel, Rp. 22.000. Ini kali pertama kali saya merasakan jalan Legian sepi, ga banyak orang yang berlalu lalang, turis lokal or bule jarang, dari jam 8 malam yang biasanya padat oleh pejalan kaki, tidak tampak kerumunan orang.

Next day….

Saya kurang bisa tidur, jam setengah 5 pagi sudah bangun, mandi, lalu ke receptsionis minta ditelponkan taxi (karena taxi datang +/- 15-20 menit).
Jam setengah 6 berangkat ke Ngurah Rai, perjalanan tidak macet – argo Rp. 50.000.

Jalan kaki masuk ke terminal jauuuhhh banget, rasanya lebih jauh dibandingkan saat kedatangan. Karena naik Air asia, sudah check in, jadi kami langsung ke gate.
Bayar airport tax Rp. 40.000

Waiting room, sama  seperti bandara Polonia – Medan. Hanya saja di sini sudah banyak depot berjualan makanan, plus merchandise. Ada 4 komputer yang bisa dipakai untuk online. Kayaknya Ngurah Rai ga free duty shop, barang barangnya mahal..

Board on time, didalam flight ada penumpang yang ulangtahun, dikasih surprise oleh Airasia, pake topi ultah dan ada cake tart, plus foto foto dengan crew pesawat.

Saya jadi suka terbang pagi hari, saat berangat (hari Sabtu) saya mendapatkan pemandangan sunrise, saat landing hari ini saya disuguhkan pemandangan gunung yang keren....

I Like my flight, my trip, my journey, short but meaningful.
See you at my next trip...China, wait for me...

Rabu, 01 Agustus 2012

Nusa Lembongan - Bali

Sabtu, 28 Juli 2012

Ini kali pertama ke Bali naik pesawat. Biasanya naik bis or travel.
Berhubung dapat promo tiket murah, jadi bisa ke Bali naik pesawat.
Flight dari Surabaya ke Bali hanya 55 menit. Board on time 05.15 WIB pagi.


Ini pertama kalinya saya mengalami sunrise in the sky, kira kira jam 05.30 WIB, matahari mulai terbit, perjalanan masih dipulau Jawa. Seakan akan langit ada garis lurus.

Yang paling bagus, kurang 15 menit dari jam landing, lokasi sudah hampir mencapai Bali. Matahari terbit dibalik awan (sudah terik), tapi berhubung awan tebal (mendung), jadi seakan akan matahari baru terbit, dibawah laut memantulkan cahaya matahari berwarna kuning.....keren.... TOP BGT.... Sayang saya photographer amatiran, kalo yang pro, pasti keren abis...

Nyampe Ngurah Rai, kudu jalan jauh (+/- 15 menit) untuk nyampe dipelataran parkir. Disepanjang perjalanan ke depan, dikanan kiri, banyak depot (tapi masih tutup belum ada yang buka), money changer, ATM.

Nyampe didepan, langsung mampir ke salah satu depot yang baru buka, mo sarapan dulu. Berhubung dari rombongan 3 orang vege, jadi kita cuma beli nasi putih aja, udah prepare lauk dari Surabaya. Harga nasi putih Rp. 6.000. Yang lain beli nasi campur (or apalah  namanya saya lupa), harga sepiring makanan Rp 18.000, harga minuman air mieral tanggung Rp. 3.000 (or 6 ribu yah, lupa - soalnya saya ga minum).

Habis makan mampir ke Alfamart, beli minum buat sangu sehari di pulau Nusa Lembongan. Karena menurut info hasil browsing di mbah google, kalo harga mamin di pulau mahal. Saya beli air mineral 1.5 liter harga Rp. 6.000.

Naik taxi dari Ngurah Rai, ga seperti Airport yang lain (pake tiket/karcis), tapi saya naik persis dari depan Alfamart, taxi Blue Bird (habis drop penumpang). Rencana mau naik Perama Bus ke Sanur, tapi ternyata tidak ada. Perama Bus hanya ada untuk dropping penumpang ke Airport, bukan naik dari Airport.

Ya udah, kita naik taxi pake argo ke Sanur. Perjalanan +/- 30 menit, argo Rp. 85.000. Didalem ditawarin naik taxi ke Sanur Rp 150.000 (edan, untung sudah tau kalo naik taxi ke Sanur ga bakalan lebih dari 100ribu, kalo ga bisa gondok abis).

Naik taxi turun di Jalan Hang Tuah (paling ujung) dekat pantai, saya bilang sama bapak sopir kalo mau beli tiket boat ke Nusa Lembongan, jadi diturunkan persis didepan loket. Masuk ke Sanur taxi bayar Rp. 3.000.

Saya beli tiket boat Rp. 60.000 (lama penyebrangan 30 menit), sekalian beli return dari Lembongan ke Sanur, receipt disimpan, buat bukti tiket boat kembali ke Sanur. Maunya sih beli tiket turun di Junggut Batu, tapi yang ke Junggut batu sudah penuh semua, boat yang tersedia turun di Mushroom Beach. Ya udah, meskipun kita nginap di Junggut batu, yang nota bene jauh abis dari Mushroom, tapi berhubung penginapan nyediain penjemputan, so It’s doesn’t matter for us.

Jangan lupa tanya jadwal boat dari Lembongan ke Sanur.
1 hari hanya ada 3x jadwal penyebrangan boat dari Busa Lembongan, jam 08.00, 10.30, 15.30 semuanya WITA. Dan kasih tau ke pihak boat jam penyebrangan besoknya, supaya bisa dikonformasi dengan pihak boat yang ada di Lembongan, kalo ga seat di jual ke orang.
Disamping loket ada toilet, masuk bayar Rp. 2.000.

Oh ya, di Nusa Lembongan tidak ada ATM, jadi mending ambil duit lebih daripada kekurangan uang di pulau.

Habis gitu kita disuruh nunggu di bale bale depan loket, nanti kalo mo board dikasih tau melalui megaphone.
Kira kira menunggu 15 menit, sudah dapat panggilan. Boat yang saya naikin namanya Paradise.
Sebelum board saya telpon dulu ke penginapan minta dijemput di Mushroom, kapal paradise, dan kasih tau juga lama jam penyebrangan.

Dari total penumpang, yang keliatan kalo turis lokal cuma kita ber-5 aja, sisa penduduk lokal. Disini kita kena delay, gara gara turis (orang latin, ga tau dari negara mana Spanyol, or Mexico), gau tau ilang ke mana, jadi kita semua nunggu mereka berdua.

Berhubung seat sudah penuh semua, (saya kebagian duduk dibelakang, teman yang lain duduk di muka dan tengah), tuh 2 turis (dengan rasa tidak bersalah, sudah bikin delay 10  menit) duduk di kursi plastik, diantara penumpang.

Finally, we board.
Boat melaju dengan kecepatan penuh, balapan sama boat yang ke Nusa Penida.
30 menit later, nyampe deh kita di Mushroom beach.
Nusa Lembongan bener bener keren, lautnya biru, bersih (sama sekali ga ada sampah), rumput lautnya keliatan.
Dari semua pantai yang pernah saya kunjungi, ini pantai yang paling best.

Nyampe dipantai, jemputan sudah menunggu. Kita menginap di Tarci Bungalow, harga semalam Rp. 200.000 (penjemputan gratis), PIC Bp Agus, 08123906300.
Penginapan di nusa Lembongan tidak banyak : http://www.walkaboutindonesia.com/tarci-bungalows.php

Untuk Tarci Bungalow, kamar sesuai dengan gambar yang terdisplay.
Fasilitas Tarci Bungalow:
  1. Penjemputan dari pelabuhan
  2. Bed 2 (1 double bed + 1 single bed), bisa muat sampe 4 orang per room
  3. Toilet dalam (tidak ada air panas).
  4. 1 buah Handuk
  5. AC + fan

High season Nusa Lembongan : Juli – September (orang bule) dan Desember.
Jarang turis lokal yang main ke Nusa Lembongan. Di Tarci Bungalow, turis lokal hanya kita saja, sisa turis asing. Menurut pegawai Nusa Lembongan, kebanyakan turis asing bule (turis asia jarang) yang menginap disana.

Di penginapan ini ada ayam cantik, yang sombongnya minta ampun.... susah banget mo fotonya.
Tapi ini pertama kalinya saya liat ayam kayak gini. Nih fotonya

Letak penginapan Nusa Lembongan semua di pinggir pantai, bagus kalo sunset. Best Sunset di Nusa Lembongan di Devil Beach.

Hari ini ada upacara Ngaben. Jalan ke desa ditutup, tidak bisa lewat, jadi kita putuskan untuk snokeling dulu.
Sampai penginapan, walaupun belum jam check in kita sudah bisa masuk ke kamar, room sudah tersedia. Penginapan kita letaknya persis didepan rumah pemilik Bp Agus.

Konsep penginapan Tarci nuansa pantai, jalan menuju ke kamar diberi pasir pantai. Didepan room ada tanaman, tersedia teras (2 kursi anyaman) plus jemuran handuk.

Tarif Snorkeling Rp. 75.000 (harga dari Bp Agus), fasilitas : kapal, google, jaket pelampung, kaki katak, snokeling di 3 tempat (padahal dengan P. Agus boleh snorkeling sampai sore, tapi sama nahkoda (ga tau mo nyebut apa ke supir kapal) dibatasi). Di blog milik orang lain bisa sampai 4 tempat. Kami snorkeling di 3 tempat : Mangrove, Wall bay, Mangrove (beda tempat), seharusnya di Gamat, tapi berhubung ga ada yang mau snokeling, cuma 2 orang aja, jadi batal ke Gamat.
Sebenarnya itinerary pertama mau ke Mangrove forest (hutan bakau), tapi berhubung air sedang surut, perahu yang kami tumpangi tidak bisa masuk kedalam. Untuk masuk ke dalam diperlukan air yang dalam (kalau tidak baling baling bisa tersangkut akar pohon), or sewa jukung disana.

Tempat Snorkeling Nusa Lembongan : Mangrove, Wall Bay, Gamat Bay, Crystal.
Di Nusa Lembongan juga tersedia Diving dan Surfing. Diving dan Surving biasanya bule.

Tempat pertama Mangrove, nice place, banyak ikan, karang juga bagus. Jauh lebih bagus dibandingkan dengan pulau Tidung (pulau seribu, di utara Jakarta). Disini arus tenang, view juga bagus, saya cuma berenang 30 menit saja, soalnya ga seru, yang berani mo turun cuma 2 orang.

So kita lanjut ke tempat selanjutnya : Wall bay.
Disini arus deras, ga usah berenang sudah ikut arus. Perahu tidak bisa berhenti, karena berbatasan langsung dengan karang Nusa Penida.
Saya baru tau kalo ternyata ikan berenang melawan arus, hebat banget. Angkat topi deh buat ikan kecil yang cuma 3 cm panjangnya bisa berenang melawan arus, saya yang nota bene lebih gede, plus ada kaki katak, berenang ga maju maju.

Pemandangan disini TOP BGT, sangat rekomendasi, must visit. Karang lebih bervariasi, ikan juga lebih banyak, lebih bervariasi, juga rada serem. Soalnya pemandangan hanya 1 meter dari karang, selanjutnya hitam, gelap, ga keliatan apa apa, dasar lautpun ga keliatan, saya segera berenang mendekati karang pinggi pulau Nusa Penida.

Semakin ke utara (ikut arus), pemandangan tidak begitu menakutkan, dasar laut terlihat, jauh dibawah, tapi terlihat berwarna putih, karang dan ikan juga bervariasi, pertama kali saya merasakan langsung, apa yang biasanya disiarkan di TV, sekarang ada didepan mata, absolutely DAEBAK...

Wall bay lebih bagus dibandingkan mangrove.
Lanjut ke next destintion. Mangrove again, tapi ditempat yang beda. Disini harus berenang menuju karang, tidak jauh setengah meter, soalnya karangnya persis didepan badan saya, perahu tidak bisa lewat karena baling baling perahu tidak memungkinkan lewat disana.

Disini saya bisa pegang karang langsung, bisa pegang ikan kecil yang berenang lewat didepan saya. Memang pemandangan kalah dengan Wall bay, tapi sensasi yang didapat juga beda. Bule suka berenang ditempat ini.

Kami hanya snorkeling sebentar, total +/- 3 jam.
Kembali ke penginapan, mandi, ngemil, ngobrol ngobrol.

Jam 4 kami melanjutkan jalan darat, prosesi Upacara Ngaben sudah selesai, jam 11.00 sampai jam 3. Sekarang sedang pembakaran jenasah, lebih tepatnya tulang. Kenapa tulang? Karena jenasah sudah dimakamkan 4-5 tahaun yang lalu, sehingga yang tersisa hanya tulang saja, yang kemudian di Upacarakan ramai ramai. Tujuanya supaya biaya murah, karena ditanggung 1 desa, yang terdiri dari beberapa keluarga. Info yang saya dapat kalo sekali mengadakan Upacara Ngaben bisa menghabiskan dana samapai Rp. 200 juta.

Sewa motor dari penginapan, tarif Rp. 40.000/motor. Seharusnya Rp. 50.000, tapi berhubung sudah sore dan Nusa Lembongan pulau kecil, jadi kami hanya sewa sebentar (4 jam). Dari hasil nego dengan pemilik cuma bisa turun Rp. 10.000, alasan kami masih harus isi bensin.
Peta Nusa Lembongan

Isi bensin di toko kelontong milik penduduk, 1 botol plastik air mineral (ukuran paling besar) Rp. 12.000. Kami hanya beli 1 botol saja, share 2 motor, karena motor yang 1 tangki bensinnya sudah penuh.

Tujuan kami : Nusa Ceningan.
Perjalanan berliku liku lewat jalan perumahan penduduk. Disini ukuran jalan seukuran jalan di gang kampung di Surabaya. Karena penduduk disini transportasinya motor.
Kami melewati tempat prosesi pembakaran jenasah Ngaben, yang sudah habis tinggal abu saja. Menurut info penduduk lokal, setelah ini jam 5 sore akan ada prosesi lagi, pelarungan abu ke laut.

Di Nusa Lembongan papan petunjuk arah kurang, jadi sangat mengandalkan insting, apalagi didaerah yang tidak ada perumahan penduduk, cuma ada semak semak.

Kami bertanya arah ke Nusa Ceningan ke penduduk lokal yang kami lewati. Yang ternyata hanya mengikuti jalan lurus saja, tanpa belok. Saat pertigaan dan tidak tau jalan, kami belok mengikuti motor lain. Naik motor sampai keliatan jembatan kayu kuning, itulah jembatan penghubung Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.

Menyebrang melalui jembatan ini, rata rata naik motor (tidak terlihat yang berjalan kaki) harus bergantian. Bila berpapasan dengan motor lain, salah satu motor harus mengalah.

Ada apa di Nusa Ceningan ?
Nusa Ceningan hanya pulau kecil, disini hanya ada beberapa resort, temple, dan sarang burung wallet. Tujuan kami sarang burung wallet.

Kami tidak punya peta Nusa Ceningan, dan penduduk disini juga lebih sedikit, jadi orang yang bisa ditanyai juga lebih sedikit. Jalanan di Nusa Ceningan juga banyak yang rusak aspalnya. Benar benar seperti pulau kecil tidak berpenghuni. Kami naik motor sampai ke sebuah resort (belum yang paling ujung), hampir ujung : Secret Point Hut. Resort yang satu ini keren banget, tapi mungkin masih lebih bagus resort yang ada disebelahnya (yang paling ujung).

Kami bertanya ke petugas disini, yang ternyata sarang burung wallet, batu besar berlubang di tengahnya, sarang burung didalam lubang. Yang cuma bisa dilihat siang hari – saat air surut. So kita skip sarang burung wallet, karena kita masih harus naik motor masuk terus ke ujung pulau.

Jadi kami kembali ke Nusa Lembongan, ke tujuan selanjutnya Goa gala.
Ngapain disini? Saya juga tidak tau, karena semua turis baik lokal maupun asing yang ke Nusa Lembongan pasti ke gua ini, bahkan sudah diliput disalah satu stasiun TV Indonesia.

Goa gala, bukan goa (goa digunung atau di bukit), tapi rumah penduduk yang digali pelataran rumahnya. Pemiliknya sekarang sudah meninggal, dilanjutkan anaknya.
Saya lupa nama pemiliknya, hanya saja goa tersebut digali sejak ayahnya berusia 75 tahun, selesai dibuat 15 tahun kemudian, saat berusia 90 tahun. Ayahnya meninggal diusia 98 tahun. Dipelataran rumah ada patung ayahnya yang disembahyangi dan ada foto serta cerita singkat tentang goa gala.
Info yang saya dapat saat melihat siaran di TV, kalau ayahnya terinspirasi dari epik cerita Mahabarata, yang mana Pandawalima hidup didalam gua.

Didalam goa gala, seperti rumah kurcaci, turun kedalam dari atas, sangat curam, dan ada 4 buah exit – tapi yang dibuka untuk umum hanya 2 saja. Ukuran goa tidak terlalu luas, hanya saja menyenangkan untuk permainan mencari jalan keluar. Disini cuma ada 1 tempat yang agak lebar dan terang yang bisa dibuat untuk berfoto.

Sebenarnya cari exit sangat gampang, cukup menegadah, bila terlihat ada lobang besar dengan tangga batu disampingnya (tangga batu tidak sama seperti diBorobudur, tapi mirip seperti pinggiran sumur yang ada batu turun ke bawah), ya itulah way out.

Ternyata masuk kesini harus bayar, per orangnya Rp. 10.000. Waktu turun kebawah langsung aja turun (mengikuti lampu), begitu keluar ditagih Rp 10.000.

Perjalanan dilanjutkan kembali, seharusnya kami akan mengunjungi Coconut Hotel, best hotel (dan mahal pastinya) di Nusa Lembongan. Tapi berhubung ada salah satu teman yang naik motornya terlalu cepat, jadi naik motornya sampai kembali ke penginapan. Kalau mau balik lagi, harus naik motor naik ke atas, dan saya malas, karena jalan tidak terlalu bagus, tidak pake helm, dan jalan berdebu. Selain itu tidak bisa jalan terhalang oleh prosesi Ngaben pelarungan abu ke laut.

Jadi kami putuskan untuk dinner. Bertanya ke penduduk sekitar, kami diarahkan ke Warung Made. Disana hanya ada 1 orang turis asing sedang order menu. Kami pelanggan ke -2. Yang selanjutnya disusul turis bule sekeluarga.

Harga menu disini lumayan (harga +/- 15.000), meskipun lebih mahal dibandingkan dengan makan di Denpasar, tapi lebih murah dibandingkan makan di penginapan. Makan dipenginapan paling murah Rp. 40.000. Minum paling murah Rp. 10.000.

Kami pesan 3 nasi putih (2 orang diet), 1 piring buah, 1 mangkuk sup asparagus, 1 piring cap cai, 1 piring omelet dan french fries, minum jus 1 gelas, 3 gelas teh, 1 gelas kopi. Total 108.000. Kami juga bawa lauk sendiri, jadi tidak begitu banyak pesanannya.

Langit sudah gelap, kami melewatkan sunset. Mengembalikan motor ke penginapan, waktu sudah jam 7 malam lebih. Karena saya sudah mengantuk, saya langsung tidur, walaupun tidak bisa tidur.

Teman saya yang lain menyusuri sepanjang pantai, jalan dari penginapan sampai ke Junggut batu. Kata teman saya sejauh dia berjalan penginapan yang bagus hanya 2, yang paling bagus sebelah Tarci Bungalow, saya lupa nama penginapannya kalo tidak salah Segara...dan Tarci Bungalow.
Udara malam di Nusa Lembongan sangat dingin, pesan room tanpa AC sudah cukup.
Batal sudah acara saya pengen makan ice cream dipenginapan karena udara dingin.

Di penginapan ada salah satu turis asing yang menyelenggarakan ulang tahun, konsepnya cozy, pinggir pantai, remang remang, ditemani suara ombak, dan ada lagu dari Bar, menu makanan prasmanan.
Boleh juga nih bikin mini party disini, ide bagus.

Other's Photos:
Rumput Laut dibawah laut

View Tarci Bungalow
That’s all my 1st day trip at Nusa lembongan.