Rabu, 17 Desember 2014

Autumn at Kansai, Japan - Part 1 (Uji, Kyoto)



Kamis, 13 November 2014

Depart to Kansai – Japan

Akhirnya saya bisa ke negara Sakura.
Tak pernah terbayang sebelumnya, kalo pada suatu hari nanti saya bisa menginjakkan kaki di negara ini. Thank’s GOD for everything that You already arrange for my life, Love You so much….

Beli tiket Fly Thru Air Asia, memilih jam transit terpendek, yaitu 3 jam. Terbang dari Surabaya setengah 7 malam, transit Kuala Lumpur, jam 1 malam berangkat menuju Kanzai – Osaka, Japan.
Dapat seat row no 12 (quite zone),  dan untungnya seat belakang kosong, jadi saya bisa pidah ke belakang dan tidur selonjor, hehehe.

Kepergian kali ini heboh banget. Karena belum pernah travelling waktu Autumn, jadi saya rada lebay. Bawa jaket tebal, long john, baju lengan panjang yang tebal (benar benar tebal, didalamnya ada bulu bulu halus) 2 potong, kaos lengan panjang biasa 3 potong, kaos kaki tebal 3 potong (and saya beli lagi 1 disana), sweater, jaket tanpa lengan yang hangat, celana panjang tebal, jeans, syal. Alhasil timbangan koper jadi 9 kg (inipun setelah mengurangi 1 jaket sweater). Jadi terpaksa beli bagasi 20kg, bagi sama travelmate, per orang 10 kg. Padahal sudah diinfo ipar yang baru balik seminggu sebelumnya kalo ga dingin dingin amat, walaupun suhu 6 derajat. Ujung ujungnya ga semua baju kepake *tepok jidat.com*

Flight dari Kuala Lumpur jam 1 malam, sampai Kanzai airport jam 08.25 pagi.
Tapi kali ini flight dari SUB dan KL berangkat on time, dan bisa landing setengah jam lebih awal semuanya. Heran juga, mungkin lalu lintas udara lagi sepi or keadaan diatas sedang bersahabat jadi flight lancar and bisa nyampe lebih awal. Perjalanan yang diberkati, Thanks again God.

Dari KL jam sudah saya set jam Jepang, 2 jam lebih awal dari jam WIB.
Oh ya, di KLIA2 sebelum pemeriksaan menuju ke gate jangan beli air minum, karena cairan diatas 100ml tidak diperkenankan masuk ke kabin. Kalau memang harus beli minum beli saja di toko toko yang ada di dekat gate keberangkatan (harganya RM 3, mahal sih). Banyak penumpang yang beli minum di airport 2 botol, tapi harus dibuang semua. Sayang kan.

Jum’at , 14 November 2014

Karena saya tidak duduk dekat jendela, jadi saya tidak bisa lihat matahari terbit diangkasa, juga tidak bisa lihat bintang bintang bertaburan malam hari.
Jam 6 pagi - waktu Jepang (jam 4 pagi WIB) matahari diatas langit sudah terik sekali. Para penumpang masih banyak yang terlelap, hanya sesekali penumpang yang duduk di dekat jendela membuka penutup jendela, and silau banget.

Saya bangun, minum, sambil makan roti bean beli di KLIA2, sambil membuka buku bahasa Jepang, dengan mata yang masih mengantuk, saya paksa belajar bahasa Jepang basic. Sampe bule sebrang takjub, hahaha….ga tau dia kalo sebenarnya saya masih ngeblank.

Setengah tahun sebelum berangkat saya belajar Hiragana, dan Katakana. Tapi setelah hafal semua hurufnya, saya mulai males. 1 bulan sebelum keberangkatan saya mulai mereview memori tentang huruf huruf ini, yang ternyata sudah saya lupakan semuanya *hiks, rugi dah belajar selama ini*

Setengah jam sebelum landing, pilot menginfokan bahwa suhu diluar 6 derajat. Saya tertawa bareng travelmate. OMG, di Surabaya aja, AC kantor yang notabene AC mall, udah dingin, padahal belum dibawah 20 derajat.

Turun dari pesawat kita ngikut penumpang yang lain, karena tidak ada sign immigration. 
Ternyata harus naik kereta untuk ke Terminal  dari apron. Habis itu baru masuk imigrasi. Kami disapa oleh petugas “ Ni Hao!!”,  (sebelum masuk ke tempat antrian)  dicek kartu kedatangan, apabila form aplikasi belum lengkap diminta dilengkapi dulu sebelum antri dipetugas imigrasi.  Diform diminta jumlah uang yang dibawa, dan saya kosongi. Oleh petugas saya disuruh isi, saya isi Yen 70.000. Padahal Cuma bawa yen 55.000 (buat 5 hari). 
Was was juga sih, takut ntar di cek sama petugas imigrasi. Yang ternyata tidak ditanya apa apa, hanya finger print and foto aja.
Pasport saya baru, jadi sama sekali tidak ada stamp visa, di KL tidak lewat imigrasi karena flight Fly thru. Tapi petugas tidak banyak tanya, langsung aja distamp.

Setelah itu langsung ke toilet yang dekat dengan loket tiket kereta Haruka menuju ke Kyoto (maksudnya sekali jalan). Info dari petugas harus naik ke Lt.2. 
Sampai lantai 2 bingung, tidak ada loket penjualan tiket Haruka, hanya ada counter check in dan tempat duduk saja. Jadi diputuskan ke toilet dulu, cuci muka, sikat gigi, and dandan cantik.

Letak toilet dibelakang setelah cafeteria, yang display menunya bikin perut keroncongan. Kebanyakan waffle, hot dong, western breakfast. Liat ice creamnya pengen banget, sayang ga saya foto. Tapi masa pagi pagi makan ice cream, padahal perut cuma diisi roti aja. Ya udah skip aja lah, daripada ntar perut error, berabe tuh.

Sampe toilet, bingung, karena semuanya pake tombol, untung ada bahasa Inggris, kalo ga, nyaho dah.

Cara pake toilet (penting ga sih, tapi saya lagi kepo aja pengen nulis), ambil tissue, semprot dengan cairan disinfektan, lalu bersihkan dudukan toilet. Tissue buang ke tempat sampah, yang ga perlu dibuka pake tangan, tutup tempat sampahnya ada sensornya, bisa buka sendiri, senyum senyum diriku *takjub*.
Lalu ada kertas dudukan toilet, setelah pakai toilet, tissue sama kertas dudukan toilet dibuang ke lubang kloset, and flus pake sensor tangan *takjub again*. Karena tissue ga ada yang buang di tempat sampah, jadi toiletnya ga bau pesing.
Jempol buat toilet Jepang.

Setelah selesai acara dandannya (padahal keluar dari toilet sama aja, ga berubah jadi heboh), kembali celingukan nyari loket beli tiket kereta Haruka. Yang ternyata harus keluar dari gedung ini menuju ke gedung sebrang. *Oalah…..ga ngeh aku sama info petugas airport* Acara dandan sama celingukan di airport ngabisin waktu sejam, dari sejak landing.

Berjalan menuju ke gedung sebrang, terasa hembusan angin musim gugur. Oh…..gini toh, rasanya angin musim gugur yang temperaturnya 15 derajat (sudah hangat dibandingkan waktu landing 6 derajat, karena sudah siang), sejuk, segar. Langsung deh peralatan dikeluarkan, jaket langsung dipake, syal, teman saya pake sarung tangan.

Ternyata sodara sodara ada ruangan khusus yang jual tiket Haruka & ICOCA. Plus jual kartu yang lain, lupa saya kartu apaan.
Yang antri didalam ternyata para penumpang Air asia yang flight barengan sama kita.
Antri beli tiketnya, OMG panjang banget, untung yang landing cuma 1 flight, lha kalo seperti airport Beijing, yang setiap setengah jam ada pesawat landing gimana, bisa gempor dah antrinya.  Ada kali antri 30 menitan.
Kebanyakan orang Hongkong, India, Cina, Korea, Malay, saya belum ketemu sama orang Indonesia sama sekali.

Petugas disini tertib. Setiap transaksi diselesaikan sampai selesai baru melayani customer selanjutnya. Jadi kalo transaksinya belum selesai, walaupun customernya dah pergi (selesai dilayani, tapi entah petugasnya lagi ngetik apa di komputer), langsung pasang tanda, mungkin bunyinya, “Maaf atas ketidaknyamanan anda, mohon antri diloket sebelah” ga ngerti (sok tau gue), soalnya tulisan bahasa dewa (Hiragana + Katakana + Kanji). Tapi mereka cuma sebentar koq, paling lama nunggu 2 menit.

Saya disambut petugas cowo yang cakep,tinggi, putih, what a good start, hahaha. “Ohayo Gozaimazu”, yang saya balas “Ohayo Gozaimazu”, artinya selamat pagi. Lalu saya bilang mau beli tiket Haruka & Icoca untuk 2 orang.

Tiket Haruka harga Yen 2.560 (round trip – valid 2 minggu), Icoca Yen 1.500 (dipotong Handling fee Yen 220 (ga bisa refund), plus deposit card Yen 500 (bisa direfund), jadi sisa saldo dikartu Yen 780), jadi total Yen 4.060.
Info tentang Haruka dan ICoca bisa search di Google or didownload dalam bentuk pdf . Kartu ini valid untuk digunakan 14 hari dari tanggal dipakai. Dan kartu ini hanya bisa dibeli di airport.

Saya diberikan 2 tiket kereta Haruka, Kansai Airport – Kyoto (stop at Shin Osaka), Kyoto – Kansai Airport, sama kartu Icoca. Ada 2 kartu, Gambar Hello Kitty, background pink, sama gambar temple, warna coklat (yang ini saya ga foto, punya temen saya and lupa difoto).
Kalo pengen keep kartunya ga usah direfund. Tapi saya ga pengen kartunya jadi saya refund.

Berdasarkan info dari teman saya (dia kebagian browsing Kansai Airport), AirAsia landing di Terminal 2 (low cost terminal) and kereta Haruka ada di terminal 1, jadi kita harus pindah terminal (padahal kita udah diterminal )1 *ngakak.com*

Celingukan lagi nyari bis transit antar terminal. Yang ternyata jalan ke gedung sebrang, trus turun, pake escalator and ada bis yang nunggu disana. Isi bis penuh, banyak orang yang turun di terminal 2 (kebanyakan orang Jepang).
Ternyata Terminal sepi, ga ada loket or tanda tanda terminal gede. Fight yang terlihat cuma Peach (Lokal flight), mungkin ada flight yang lain, tapi saya ga tau.

Untung ada information center, setelah bertanya letak kereta Haruka, diberitahu disuruh ke Terminal 1, naik bis gratis (dalam hati, memangnya ini bukan terminal 1 yah). Ya udah, balik lagi ke Terminal sebelumnya, naik bis. Untung sopirnya ga sama, kalo ga tengsin banget.
Meskipun salah, ya ga papa, anggap aja belajar tentang airport Kansai. Siapa tau, suatu hari nanti saya naik Peach airlines, ke salah satu kota di Jepang. Ambil aja sisi positifnya.

Tau ga dimana letak kereta Haruka, tepat didepan counter beli tiket Haruka & Icoca. *haiyaaa…..geleng geleng kepala* Pelajaran berharga, bertanyalah, banyak melihat and membaca. OMG.
And jam sudah pukul 10.30. Padahal bilang sama Hana hostel (Kyoto), kalo nyampe sana jam 11 siang. Ya udahlah, que seara seara, what ever will be…..will be.

Karena beli tiket kereta unreserved, jadi kudu antri di gerbong unreserved, yaitu no 1-6 (kalo ga salah inget), saya naik di gerbong no 5. Begitu kereta sampai, penumpang didalam kereta turun dulu, tapi kami tidak diijinkan naik, kereta dicek dulu oleh petugas, dibersihkan, kira kira 5-10 menit baru kami diijinkan naik.
Sengaja saya duduk paling belakang, koper saya taruh dibelakang kursi. Jadi tidak ditempat taruh bagasi, soalnya males angkat angkat koper. Kebiasaan saya kalo naik kereta di Luar negri kayak gitu.

Kereta duduknya nyaman, leluasa, kaki bisa selonjor, kursi juga bisa diturunkan, ada meja lipat didepan kursi, didekat jendela ada kaitan (sori bahasa saya kurang bagus) untuk taruh jas or jaket. Kalo sudah selesai dipakai dirapikan, kaitannya dimasukkan lagi kedalam.

Setelah kereta jalan 15 menitan ada petugas mengecek tiket. Tiket jangan dihilangkan, waktu keluar tiket di masukkan di mesin, and ditelan mesin. Sama seperti cara naik kereta di Taiwan. Kalau naik kereta di Cina, tiket bisa dikoleksi karena tiket hanya ditandai oleh mesin, waktu itu saya naik kereta super cepat.

Estimasi perjalanan dari Kansai airport sampai di Kyoto station 75 menit.
Selama perjalanan terlihat rapinya rumah susun, rumah pribadi, parkir mobil, parkir sepeda,  lahan pertanian Osaka. Jalannya sama sekali ga macet, padahal hari Jum’at. Jalannya lebar lebar and highway bertingkat.
Sepanjang jalan sudah banyak pohon sudah menguning, sesekali terlihat pohon sudah berwarna merah (daunnya maksudnya), takjub sama pemandangan autumn. Pertama kali travelling dimusim gugur, and bagus banget, belum mulai perjalanan, sudah pengen ngetrip lagi di musim gugur.

Sampai di Kyoto station, turun dari kereta kebingungan mencari exit, Central exit - petunjuk dari Hana Hostel, exit terdekat menuju Hana hostel.
Stasiun ini besar sekali. Stasiun Subway, JR, kereta biasa, Shinkashen semua ada disini. Kami berjalan mengikuti orang orang. Stasiun ini tidak terlihat sibuk. Mungkin karena siang hari, kebanyakan orang didalam stasiun turis local atau asing.
Diluar stasiun terdapat banyak platform bis : A-E. Kalaupun tidak tau harus pakai bis nomor berapa terdapat petugas yang bisa ditanyai disana. Jadi kalau mau naik bis, lihat dipapan, bis yang mau dinaiki ada di platform berapa, trus baris antri disana.
Penumpang yang naik bis menuju ke Kiyomizudera dan Sanjungangedo yang antrinya paling heboh, panjang banget, kayaknya 1 bis juga ga cukup ngangkut semuanya, tapi orang orang tetap tertib antri.
Salah satu budaya yang patut dicontoh.

Saya suka kota ini, easy, tenang, penduduknya ramah, lingkungannya friendly, rapi, dan cantik.
Walaupun didepan stasiun ada 6 persimpangan, tapi sama sekali tidak crowded.
Tepat didepan Kyoto stasiun ada Kyoto Tower, dan disebelahnya ada gedung  tempat perbelanjaan (saya lupa namanya), dan dibawah Kyoto tower juga ada shopping center, yang sampai pulang tidak sempat kami kunjungi.

Mobil disini rata rata Honda, Toyota, jarang sekali lihat orang pakai Suzuki, sesekali ada juga Nissan. Saya hanya berjumpa 1 buah sepeda motor matic dipersimpangan ini.
Hebatnya walaupun mobil disini umurnya ada yang sudah diatas 10 tahun, tapi masih bagus, terawat.

Saya stay di Hana Hostel, yang waktu itu saya book bulan Maret 2014, yang rencananya mau book private room, attach with bathroom, tapi sudah habis, dan hanya sisa 1 private room tapi share bathroom. Hebat yah, Autumn di Kyoto, masih 9 bulan, tapi room sudah habis.
Sebenarnya saya pengen stay di Eco and Tec Kyoto, tapi harganya semalam diatas Yen 10.000 (tgl 14), tanggal 15 keatas termasuk harga high season harganya diatas Yen 11.000. OMG, harga tinggal di Hana Hostel 3 hari = Harga stay 1 hari di Eco *OMG*

Hana Hostel
229, Akezu-dori St., Kogawa-cho, Shimogyo-ku, Kyoto
〒600-8149 京都府京都市下京区 不明門通七条上る粉川町 229

Tel: 075-371-3577
Web : http://kyoto.hanahostel.com/

Walaupun sering travelling, tapi saya selalu book penginapan yang ada kamar mandi dalam kamar. Sebenarnya agak ragu book di Hana, dengan shared bathroom, tapi mau gimana lagi, harga yang paling masuk akal dikantong hanya di Hana, kalo hotel, malah lebih mahal bisa 1 juta per hari. Harga tanggal 14, Yen 3.000, harga Tanggal 15 keatas, ada kenaikan 10%, jadi Yen 3.300, per orang per harinya.
Tips buat yang mau jalan jalan saat peak season di Kyoto, book penginapan jauh jauh hari, karena semakin mendekati hari H harga semakin melambung.

Dari persimpangan Kyoto stasiun ken Hana Hostel, paling praktis menyebrang secara diagonal ke kanan. Karena kami tidak tau, kami menyebrang lurus saja menuju ke Kyoto tower. Setelah menyebrang, jalan saja lurus sampai ujung jalan trus nyebrang lagi ke sebelah kanan jalan, yang kemudian menyebrang lagi ke sebrang jalan. Banyak kan nyebrangnya, kalo nyebrang diagonal cuma nyebrang jalan 2 kali.

Tapi tenang aja semuanya ada lampu penyebrangan jadi gampang nyebrangnya. Setelah menyebrang ada Lawson, jalan ke arah sebelah kanan melewati Kyoto Hostel, setelah itu ada gang kecil, belok kiri.  Lokasi Hana Hostel di gang kecil. Saat saya bertanya ke petugas, banyak yang tidak tau, padahal Hana Hostel termasuk Hostel rekomendasi Tripadvisor.

Dari depan Hana hostel terlihat kecil. Hanya ada 3 tingkat. Masuk ke receptionist, lha koq kecil ya, sudah hopless aja sama ruangannya, tapi dijalani sajalah. Tapi receptionistnya cakep, saya sampe bingung dan Tanya sama teman saya sebenarnya dia cewe or cowo yah, penampilannya feminim (tapi ga banci), ngomongnya juga halus, mukanya mulus kayak di komik manga gitulah, potongan rambutnya juga keren.

Jam check in jam 3, dan saat itu tidak ada ruangan kosong (saya sampai jam 12 siang lebih), jadi tidak bisa masuk ruangan. Tapi bisa titip bagasi koq, free of charge.
Ya udah bayar room, numpang ke toilet, jalan balik lagi ke Kyoto station, trip hari pertama Uji City. Kota Green tea di Jepang.

Sebelumnya mau isi perut dulu di AOI (Soba and tempura house), yang direkomendasikan orang orang kalo makan di Kyoto station.
Masalahnya sejak turun dari kereta tidak terlihat rumah makan sama sekali. Jadi bertanyalah di information center, yang dia juga bingung, sampai buka buku pintarnya dia, yang ternyata banyak list rumah makan di Kyoto station. Kami diarahkan untuk naik ke Lt 2, lalu turun escalator ke Lt 1, disanalah letaknya.

OK, kami berjalan sesuai petunjuk. Naik escalator ke Lt 2, trus belok kiri, jalan terus aja, and bingung. Mulai terasa ramai, tapi tidak crowded banget. Terlihat I Setan Mall, banyak rumah makan “elite”, karena interiornya keren and tidak banyak orang didalam. Akhirnya terlihat information center disebelah I setan. Yang ternyata crowded and harus antri untuk bertanya, walaupun petugas yang stand by ada 5-6 orang, antrian masih lumayan panjang. Tapi masih lamaan antri beli tiket haruka dan Icoca.

Disini banyak map yang bisa diambil, ada petunjuk kota Kyoto dan bisa beli Kyoto city bus day pass. Kami disambut ramah oleh petugas wanita yang sudah +/- 45 tahunan, tapi lancar bahasa Inggrisnya. Dan kami diberi map Kyoto station, diberi petunjuk jalan menuju ke AOI. Petugasnya dah katam kayaknya jadi ga buka buku pintar, hehehehe….. Dikira kami turis dari Singapura, saat kami jawab dari Indonesia, dia bilang, hmmm…pasti dingin ya buat kalian sekarang. Kami senyum senyum aja.

Ternyata kalau mau makan murah disini, kudu turun ke bawah (escalator turun setelah jalan lurus dari floor I-Setan), sesuai dengan petunjuk pertugas information center Lt 1. Disana terdapat banyak rumah makan ala Jepang, dan bisa pilih dari yang murah sampai mahal. Murah disini Yen 540, mahal sampai diatas Yen 1.400 per setnya.
Difloor ini ada toko yang menjual oleh oleh Kyoto, dari sncak, coklat, macha, sayur, ikan, sampai daging, dan ada beberapa item yang mnyediakan tester. Saya beli macha Green tea disini, harganya Yen 720.

Nyari AOI ini susah, karena tulisannya ga pake AOI, tapi pake huruf kanji. Tau tempat ini soalnya ada yang update gambar  pintu masuk, ala kain Jepang di Tripadvisor, kalo ga muter muter juga ga bakalan ketemu.

Karena sedang jam makan siang, banyak meja penuh, dan untung ada meja kosong.
Sepertinya tempat ini memang rekomendasi banget, karena dibandingkan tempat yang lain, tempat ini ramai sekali. Dan bagusnya budaya disini (Jepang), kalau tempat makan penuh, para tamu antri rapi didepan menunggu giliran masuk.

Interior AOI standar, meja dan kursi makan dari kayu. Dan dibawah meja ada “ember plastic gede” ga tau apa namanya, kayak ember buat nyuci tapi ada pegangan tangannya, yang ternyata buat tempat tas. Bagus juga tuh, bisa ditiru budayanya, jadi bisa makan leluasa.
Ternyata disetiap depot disana tersedia tempat untuk meletakkan bawaan, jadi tidak diletakkan tempat duduk dan meja.
Kami minta menu bahasa Ingrris, karena menu yang tersedia di meja ala Ni Hon (huruf jepang). Walaupun petugas tidak lancar bahasa Inggris, tapi dimenu ada penjelasan kandungan komposisi makanan dan ada gambarnya. Jadi tenang aja.

Saya pesan mie dengan tofu Yen 850, lupa nama menunya in English. Itu aja yang bisa dimakan oleh vegetarian. Ada sih menu yang lain, tapi kudu pesan nasi, karena hanya lauk saja, dan harganya kalo ditotal bisa mahal. Ditanya oleh pelayan mau mienya pakai Soba or Udon, saya tanya sama yang lebih enak, katanya sama sama enak. Karena di sini AOI Soba dan Tempura, saya pilih mie Soba.

Pertama kali makan disini, dan rasanya bisa diterima, hanya saja mungkin kuahnya pakai minyak ikan, tidak amis sih, hanya saja buat vegetarian kurang nyaman.

Selesai makan, balik ke stasiun semula, cari JR train ke Uji City.

Uji City salah satu tempat yang bagus untuk autumn. Selain Uji city bisa ke Takeo, Otsu, Kurama dera. Banyak tempat tempat bagus disekeliling Kyoto pada musim gugur.
Tanya ke petugas kereta ke UJi, ada sih papan gede yang ngasih info platform kereta, tapi in Japanese, jadi paling aman dan supaya kaki ga gempor, tanya ke petugas aja. Kalau tidak salah ingat platform 3 dan 4. Sampai di platform, tanya lagi supaya ga salah.

Buat yang mau ke Uji city dari Fushimi Inari, harus hati hati karena tidak semua kereta stop di Fushimi Inari, jadi sebelum naik kereta harus tanya ke petugas. Disetiap platform kereta ada koq petugas yang stand by. Oh ya, sebelumnya dari Indonesia saya sudah download Kyoto metro map, Kyoto detail bus map in pdf, jadi walaupun saya tidak ada brosur it’s ok. Banyak informasi tempat wisata di Jepang yang bisa didownload dalam bentuk pdf.

Kereta JR tidak seperti kereta subway. Bedanya kereta subway duduk berhadapan, sedangkan kereta JR duduknya seperti kereta api kelas bisnis Indonesia. Paymentnya tap kartu Icoca. Harga kereta JR ke Uji dari Kyoto stasiun Yen 240. Perjalanan kurang lebih 20 menit.

Walaupun bukan kereta baru, tapi kereta terawat bersih. Dan jendelanya, ga pakai gorden seperti gorden dikereta pada umumnya, tapi pakai penutup jendela anti cahaya matahari, yang kalau dilepas pengaitnya bisa roll up sendiri. Duduk dikereta jangan sampai duduk ditempat yang disediakan untuk lansia, ibu hamil, or orang cacat (ada koq gambarnya).
Sampai di Uji Stasiun walaupun stasiunnya kecil bingung, mau jalan ke mana yah, karena minim petunjuk, hanya ada exit saja. Pengalaman saya dinegara manapun yang sudah saya datangi selalu ada petunjuk exit menuju ke tempat wisata mana, jadi dari dalam stasiun sudah tau mau ambil exit berapa, tanpa bertanya. Kami berjalan mengikuti orang orang.

Diluar stasiun langsung ke Information center minta map Uji, yang ternyata sama persis mapnya dengan yang saya download diinternet. Hanya saja yang saya download pakai huruf hangul. Dari information center jalan kaki ke Byodoin Temple kira kira 15 menitan. 
Karena udara di Uji sejuk jadi sama sekali ga cape. Sepanjang jalan banyak toko klontong yang berjualan fresh food, ikan, sayur mayur, buah.

Sampai di sungai Uji, terdapat patung yang konon katanya, ada pujangga yang membuat novel dikota ini dijaman dulu, dan terkenal seantero Jepang, ada museumnya disini.

Mendekati Byodoin berjajar toko menjual produk green tea, dari teh (harga paling murah Yen 400 an sampai Yen 2.000 lebih), Kit Kat green tea, macha green tea, ice cream green tea, serba serbi green tea pokoknya.

Byodoin Temple
〒611-0021 Kyoto Prefecture, Uji, 宇治蓮華116
Jam Buka : 8:30 to 17:30
Rangking #1 di tripadvisor, place must visit at Uji City.

Kuil ini dari depan sama sekali tidak kelihatan templenya. Hanya ada pepohonan maple yang sudah tampak merah, dan kuning. Bagus banget. Pertama kali dalam sejarah hidup saya menikmati Autumn. Keren banget.

Banyak orang foto mengambil background pohon pohon disini.
Tiket masuk Byodoin Temple Yen 600. Plus Phonex hall Yen 300 total Yen 900. Untuk Phoenix hall tidak bisa masuk sembarangan, tapi dibatasi jumlah pengunjung setiap kali masuk hanya 50 orang, ada tur guidenya (in Japan), dan jam masuknya. Tidak diperkenankan untuk memotret dan pegang pegang apapun, karena barangnya asli orisinil, tidak dipugar sama sekali, jadi kelihatannya jelek, tapi asli.
 

Jam masih pukul 3 sore, jam masuk ke Phonex Hall jam 4, jadi kami memutuskan untuk keliling dulu. Bingung mau jalan dari sebelah mana yah, karena disini sama sekali tidak ada petunjuk dalam bahasa Inggris harus lewat sebelah kiri or kanan. Lagi lagi ikut ikut rombongan turis lokal, yang pesertanya para manula. Kebanyakan lansia Jepang ikut local tur jalan jalan disini. Saya ga tau apakah mereka sudah pernah kesini atau belum, tapi dimanapun saya pergi banyak turis local yang sedang menikmati keindahan Autumn.

Keindahan kuil ini benar benar seperti lukisan. Pohon pohonnya tertata bagus. Yang saya heran, ngapain yah tanahnya dikasih kerikil. Dimana mana banyak pasti tanahnya dikasih kerikil. 
Kami berjalan mengitari kolam, lalu naik ketas, disini ada beberapa bangunan rumah dan ada 2 orang  biksu pria, tapi ga saya foto. Mau foto tapi ntar kesannya ga sopan.
Temple ini rasanya masih digunakan.
Ada museum isinya tentang patung patung Budha, mungkin juga ada storynya tapi saya tidak mengerti. And no photograph allow in here.

Saya tidak berjalan sampai ujung, karena jam 4 sudah harus stand by didepan Phoenix hall, antri masuk ke dalam. Didepan Phoenix hall, ada tempat duduk, jadi kami duduk antri disana, sambil mengistirahatkan kaki.
Jam 4 kurang kami baris antri masuk kedalam.
Ada tur guide cewe yang memberikan informasi, mungkin tentang sejarah kuil, juga hal hal yang boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan. Saya sama sekali ga ngerti maksudnya, lha ngomong pake bahasa Dewa. Pertama kali travelling buta bahasa.

Masuk ke dalam tidak boleh pake sepatu, jadi harus buka sepatu dan bagusnya orang Jepang rapi semuanya. Sepatu berjajar rapi, tanpa ada yang mengomando dan merapikannya. Hebat. Coba kalo orang Indonesia, kudu teriak teriak dulu, itupun belum tentu dilakukan.

Phoenix hall kecil, dan didalamnya ada patung Budha yang super gede, yang ada diinternet patungnya. Saya sama sekali tidak ada foto disini, dilarang foto. Kayu kayunya besar, pilar pilarnya kayu asli jaman dulu, dan kelihatan serat kayu yang sama sekali tidak dicat atau dirapikan. Keaslian tempat ini benar benar dijaga. Ada lukisan dikayunya tapi sudah memudar, tapi sama sekali tidak dipugar, benar benar dijaga keasliannya.

Didahi patung terdapat seperti batu permata, ini terjemahan saya kira kira begini, Patung Budha menghadap langsung dipintu, dan pintu tidak tertutup full 100% tapi ada lubang angin, yang pada saat bulan purnama sinar bulan masuk kedalam dan menyinari batu tersebut dan dari batu tersebut sinarnya dipantulkan ke kolam melalui lubang angin diatas pintu.
Para turis local ber “ah… oh…” ria, sedangkan kami hanya bisa melongo sambil liat liat sekeliling and ngblank.
Ada juga bla bla yang lain, panjang deh ngomongnya, sama sekali ga  ngerti, tapi dia tau  koq kalo kita tuh turis asing. And yang bikin saya takjub, tuh guide, ngomong kagak ada jedanya, titiknya lama banget, hebat napasnya panjang. Kayaknya kalo ngomong 1 kalimat itu ditulis bisa jadi 3 baris tanpa koma.

Selesai itu, kami keluar dari Byodoin, maksudnya mau ke Koshoji temple. Bukan mau ke templenya sih tapi mau ke Kotozaka slope. Tapi karena kami salah ambil exit, harusnya ke belakang kami exit dari tempat entrance, jadi ga lewat and ga ngeh waktu itu. Kotozaka slope sangat bagus waktu autumn, kiri kanannya pohon maple.

Saya beli Kitkat Green tea disini, harganya Yen 864. Beli tomat dan apel, must buy item, tapi langsung makan disana tidak dibawa pulang. Jangan lupa yah kalo mampir ke Uji beli aple dan tomat disini, harganya masing masin Yen 100. Rasanya enak banget.
Kami juga beli dorayaki isi cream green tea, tapi bukan yang dingin (ada 2 jenis cold and biasa). Pengen aja makan dorayaki asli Jepang. And higly recommended. 

Waktu sunset Jepang sama dengan Indonesia, karena sudah jam setengah 6 dan udara semakin dingin jadi kami mengakhiri trip kami di Uji. Maksud kami mau makan di Nakamura Tokichi Honten, tempat ini direkomendasikan oleh banyak orang yang berkunjung ke Uji. Tapi antrinya lama, ada 1 grup keluarga, kira kira 10 orang lebih, dan masih ada 2 pasang suami istri yang antri.
Karena udara semakin dingin, jadi kami memilih kembali ke Kyoto dan makan di Kyoto saja. Udara dingin di Uji rasanya lebih dingin dibanding di Kyoto. Atau karena baru hari pertama jadi masih belum terbiasa dengan udara dingin. Selain itu kota Uji semakin malam semakin sepi, penduduk local juga jarang tampak berlalu lalang.
Karena lapar, kue dorayaki kami makan sembari menunggu kereta JR ke Kyoto.

Sampai di Kyoto station kami menuju loket JR, saya hendak beli tiket Sagano train (harga tiket Yen 620), karena besok saya akan berkunjung ke Arashiyama, yang ternyata tiket sudah habis untuk 1 minggu kedepan. Astaga, heboh banget autumn disini. Info petugas seharusnya beli 1 minggu sebelum hari H.
Ya udah, saya beli tiket Shinkasen non reserve seat ke Osaka tanggal 17. 
Tiket Shinkasen beli di loket kereta JR.
Bagusnya tiket shinkashen bisa dipakai jam berapapun di tanggal itu (dari pagi sampai malam), enak juga bisa nyantai ga diburu buru waktu. Harga tiket kereta Kyoto - Osaka Yen 1.420, lama perjalanan 13 menit, mahal sih, tapi pengen nyoba aja kereta super cepat Jepang. Dan rute Kyoto – Osaka adalah rute paling pendek dan paling murah.

Karena itinerary sudah kacau, jadi saya memutuskan untuk makan di Nishiki Market. Kami berjalan ke information center bertanya no bis menuju kesana. Saat itu sudah hampir jam 7 malam. Informasi petugas, banyak toko yang sudah tutup.
Karena Nishiki Market adalah pasar tempat penduduk local belanja untuk makan malam. Jam 7 mereka sudah pulang dan memasak, jadi pasar juga tutup karena pengunjung sudah sepi. Kami diarahkan petugas ke Kiyomizudera.

Karena ga bisa ke Nishiki Market jadi ganti tujuan, ke Shinkyogoku. Info dari petugas naik bis no 101/26/5, 5 stop, get off di Shijo Karasuma, fare Yen 230.
Saya lupa naik bis apa waktu itu. Hanya saja didalam bis sama sekali tidak ada petujuk dalam bahasa Inggris. Jadi harus pasang telinga sebaik baiknya denger nama stasiun dari pak sopir. Disetiap stasiun saat akan berhenti sopir akan menginformasikan nama stasiun.

Karena sama sekali tidak ada peta, dan persimpangan tempat kami turun adalah persimpangan besar, jadi bingung, tidak tau apakah harus ke kiri or kanan atau menyebrang. Yang saya tau saya akan ke Matsuantoko café. Tidak ada petugas yang bisa ditanyai, penduduk local juga banyak yang tergesa gesa, jadi tidak bisa bertanya. Saat itu sudah jam 7 malam.

Kami jalan ke sebelah kiri sambil tengok kiri kanan, kira kira ada tempat yang bisa mampir ga, dan akhirnya menemukan Daimaru mall, jadi masuk saja, langsung lihat peta mall, dan menuju ke ground floor tempat makan.

Ternyata floor ini hanya menjual fresh food dan melayani take away, tidak disediakan tempat untuk makan. Seharusnya beli saja dan makan dihostel. Tapi waktu itu tidak terpikirkan, hanya pengen segera duduk dan minum aja. Langsung kami keluar dan menemukan mall yang lain (lupa namanya) dan lihat dipeta mall, food floor ada di lantai paling bawah. Sama seperti Daimaru, hanya menjual fresh food only. Sepertinya mall disini hanya menjual bahan makanan untuk diolah kembali.
Makanan yang dijual untuk take away tidak untuk makan ditempat.

Ya sudah keluar dari mall, jalan terus sampai akhrinya menemukan toko kosmetik, kami masuk ke dalam, teman saya beli kosmetik Shiseido (bener ga tulisannya, ga pake kosmetik itu jadi ga tau tulisannya gimana). Ada beberapa item yang harganya lebih murah disbanding beli di Indonesia, tapi ada beberapa item yang harganya sama saja dengan di Indonesia.
Ditoko ini saya hanya beli masker pack wajah yang harganya yen 100. Ternyata waktu bayar dikasir kena pajak 8%, jadi per item (saya beli 3), kena Yen 108.

Jalan terus akhirnya saya menemukan Teramachi street di sebrang jalan. Waktu itu kira kira jam 8 kurang, tapi sudah banyak toko yang tutup dan akan tutup. Sepanjang koridor juga sepi, jarang ada pengunjung. Mungkin karena weekdays, kalo weekend mungkin lebih ramai.

Disini teman saya beli kaos kaki Yen 1000 dapat 3, yang hangat sekali dan lembut. Kaos kaki seperti itu di Indonesia harga per bijinya bisa sampai 80ribu per pcs.
Karena tidak ada tempat berjualan makanan, kami memutuskan untuk keluar dari Teramachi, selain tidak tertarik Shopping karena sudah cape dan lapar, juga dingin.
Kami menyebrang kembali ke sebrang, diputuskan saya beli salad di Daimaru saja. Baru berjalan kira kira 50 meter terlihat Shinkyogoku disebrang. Ternyata letak Shinkyogoku dan Teramachi bersebelahan.

Shinkyogoku dan Teramachi konsepnya sama, dimana mana shopping street di Jepang sama semua konsepnya. Jalan lurus panjang tapi tertutup, disamping kiri kanan banyak tenat - tenat. Barang yang dijual rata rata, baju, sepatu, kaos kaki, accessories, kosmetik.

Akhirnya kam imenemukan Matsuantoko café.  Letak Matsuantoko café dibelokan ke 2 setelah ujung jalan. Inipun kami asal belok (agak ragu juga sih untuk belok, karena jalannya temaram, tidak seterang di Shinkyogoku), dan tidak sengaja menemukannya.

cafe MATSUONTOKO
日本京都府京都市中京区中之町(新京極通)
http://thinkagain.jp/cafe/matsuontoko/index.html#

Lega rasanya setidaknya akhirnya bisa makan.
Ternyata konsep café ini western food. Jadi pilihannya hanya ada salad, burger or pizza.
Karena sudah lapar dan pengen makan nasi, jadi saya pesan nasi dan sop saja. Harga nasi per mangkok Yen 200, dan sop yang saya pesan Yen 430.
Konsep café agak temaram, tapi kecil, hanya ada kira kira 5/6 meja saja. Ada juga tempat duduk di dekat bar. Disini juga menjual minuman keras. Harga menu paling mahal Yen 1.000.

Gpp lah, yang penting makan.
Dimeja sebrang ada rombongan bule yang masih bingung mau pilih menu apa. Mungkin mereka ga nyangka kalo menunya fast food.

Waktu menunya datang, OMG, nasinya sih boleh nasi merah campur nasi putih. Sopnya, isinya hanya kuah, labu, trus wortel mungkin, sama ga tau sayur apa. And penampilan sopnya plain banget and rada orange.
Kaget juga sih, tapi lumayanlah rasanya, enak banget sih ga, yang penting makan.
Jus disini original, tidak pakai gula, jadi kalau mau manis bisa minta gula. Harga Juice Yen 550.

Karena sudah gempor akhirnya kami memutuskan untuk naik taxi kembali ke penginapan.
Letak Shinkyogoku ke Hana hostel dekat, rasanya tidak sampai 2 km an. Tapi saya ga tau kenapa koq supirnya jalannya mutar. Mungkin dipersimpangan tidak diperkenankan belok atau juga karena waktu itu kami masih mencari cari alamat Hana hostel dan taxi sudah jalan. Harus jalan karena saat itu traffic light sudah hijau. Jadi sambil jalan taxinya kami cari alamat Hana hostel.
Atau mungkin juga pak sopirnya agak bingung. Karena Hana hostel dikalangan orang local sama sekali tidak terkenal.

Sampai akhirnya terlihat Kyoto tower lega rasanya. Taxinya berjalan memutar, dan belok di Kyoto tower.
Argo buka pintu Yen 630, setiap perubahan meter kenaikannya Yen 70. Taxi yang saya naiki taxi biasa, bukan yang hitam (yang kelihatan mahal and elegan).
Pintu membuka dan menutup sendiri. Sopirnya ramah, walaupun tidak bisa bahasa Inggris, dia berusaha membantu kami, juga menunjukkan tempat makan enak di dekat Hana, yang tempat itu akhirnya kami datangi.
Tarif taxi dari Shinkyogoku ke Hana hostel Yen 910. Saya tidak tau apakah terkena tariff jam malam, karena waktu itu sudah jam setengah 9 malam.

Kami baru masuk ke ruangan, walaupun sudah check in dari siang, petugas receptionis juga sudah ganti cewe (orang jepang blaster sama bule). Kamar kami no 206 dilantai 2, didepan kamar ada share bathroom, share bathroom yang lain ada disebelah tangga.
Masuk kedalam kamar bingung juga dengan Futon yang kudu dibeber dulu. Mana udah cape lagi.
Dengan rasa malas kami menggelar futon, sprei, menyarungkan sarung bantal, buka penghangat ruangan sesuai petunjuk, paling max 23, tapi kurang hangat menurut saya.

Masuk hostel tidak boleh pakai sepatu, disediakan sandal hostel (ada 2 warna hijau dan biru), dan tempat meletakkan alas kaki. Karena itu waktu masuk kamar tidak langsung tempat tidur tapi ada ruangan kecil seukuran pintu, dan ada lemari, tempat meletakkan koper, 2 tray. Dan disitulah sandal juga dilepaskan.

Setelah meletakkan tas dan hanya bawa uang secukupnya. Kami keluar ke depot yang direkomendasikan sopir taxi. Letaknya disebelah Lawson.
And kayaknya tempat ini luar biasa banget, antri dimana mana.

Lantai 1 tempat masak dan ada meja makan, didepan tempat masak, seperti meja bar, jadi bisa melihat proses memasak. Tempatnya tidak besar.
Lantai 2 ada meja makan, karena saya tidak naik keatas saya tidak tau seperti apa tempatnya. Ada orang mabuk yang sampai jatuh dan dipapah temannya. Hebatnya orang itu ga jatuh waktu turun dari loteng, tapi jatuh ditempat antrian kasir. Kayaknya pemandangan seperti itu sudah biasa buat orang sana, mereka biasa biasa aja, tapi ga bantuin. Mungkin karena ada teman temannya yah.
Juga ada tempat duduk di lantai 1 yang adalah tempat mengantri bila ingin makan disana.
Tempat duduknya panjang, and full, kebanyakan yang antri pegawai kantoran, ada juga rombongan anak sekolah, mungkin selesai eskul.
 Kalau mau makan, harus isi formulir disebelah pintu dan berapa jumlah orang yang akan makan (seperti yang saya lihat di film Jepang).

Kalau mau take away langsung antri dikasir. Antri dikasir panjang, mau makan meja juga antri. Dan walaupun sudah antri panjang, tamu tetap berdatangan dan tidak keberatan untuk antri.
Menu ada gambar jadi tidak usah khawatir. Tapi saya tidak tau apakah makanan disini halal or tidak, karena saya tidak pesan (maklum vegetarian).
Harga makanan disini Yen 540 sampai Yen 800/900. Setiap kali ada pesanan dikasir, langsung ditulis dan ada bagian yang mengambil, lalu dimasak. Selesai masak koki akan meneriakkan nama menunya dan bisa langsung diambil pembeli, self service.

Karena kami turis dan ga bisa bahasa Jepang (pesan makannya pakai tunjuk gambar), jadi kasirnya perhatian, waktu pesanan teman saya selesai, langsung diambilkan oleh kasir dan diberikan ke kami.
Dan info dari teman saya yang pesan ayam waktu itu, porsinya jumbo, ayamnya tidak bisa habis, nasinya juga banyak.
Jadi makanannya disisakan buat sarapan besok pagi.

Setelah itu kami mampir ke Lawson, beli nasi putih instant harga Yen 132 (porsinya banyak), air minum 2 liter (lupa harganya).

Trip kali ini adalah trip pertama saya book penginapan dengan share bathroom, waktu mau mandi saya sudah siapin mental untuk kondisi kamar mandi yang jelek, yang ternyata kamar mandinya jempol banget.

Kamar mandi dibedakan 2. Kamar mandi Shower dan toilet (didalam toilet ada sandal toilet). Jadi waktu masuk kedalam, ganti dengan sandal toilet, sandal kamar ditinggal diluar kamar mandi. Tapi waktu itu saya ga ganti sandal, males dan ogah ganti, jadi saya selalu masuk pakai sandal kamar. Tapi toiletnya bersih dan kering koq. Ada handuk untuk membersihkan dudukan toilet.

Kamar mandi shower juga ada 2, sebelum masuk ke ruang shower, ada tempat meletakkan baju, dan keset. Ada tombol menyalakan lampu dalam kamar mandi dan exhaust fan disana. Sedangkan lampu ditempat meletakkan baju otomatis menyala waktu saya masuk.

Putaran handle shower kamar mandinya keren, jadi pengen punya kamar mandi kayak gitu, walaupun kecil, mungkin ukurannya hanya 120 x 120 saja, tapi oke banget.
Didalam shower teredia shammpo dan sabun.

Didepan kamar mandi ada 4 wastafel, dan ukurannya jumbo. Tersedia hair dryer juga. Hair dryernya oke lho, kenceng banget.
Puas banget saya dengan Hana hostel, dan saya rekomendasikan penginapan ini ke semua orang yang mau ke Jepang.

Berikut pengeluaran saya dihari pertama. Saya tulis dalam bentuk Yen, karena nilai tukar IDR bisa berubah ubah.

Text
Item
 value
Kartu
Haruka dan Icoca
 ¥ 4,060
Penginapan
Hana Hostel (3 hari)
 ¥ 9,600
Lunch
AOI
 ¥    850
Entrance fee
Byodoin
 ¥    600
Entrance fee
Phoenix Hall
 ¥    300
Snack
Dorayaki
 ¥    300
Buah
Apel dan Tomat
 ¥    200
Shinkasen
Kyoto - Osaka
 ¥ 1,420
Dinner
Matsuontoko Café
 ¥    630
Bis
Kyoto St - Shijo Karasuma
 ¥    230
Lawson
Nasi Instant
 ¥    112

Mie Instant (vegetarian)
 ¥    132
Oleh2
Matcha Green Tea
 ¥    720

Mochi
 ¥    540

Kit Kat
 ¥    864
Total

 ¥20,558