Karena mata saya
ngantuk banget, jadi saya ngeblog perjalanan hari ke 2 di bali.
Minggu, 29 Juli
2012
Karena sudah beli
tiket return ke Sanur, jadi kita ga perlu pagi pagi datang ke Junggut Batu.
Skedul keberangkatan boat paling pagi jam 8 pagi, jam setengah 7 pagi, kita
sudah siap.
Pagi hari di
penginapan, sudah ada beberapa turis yang jogging di pantai, berenang mengejar
ombak, ombak di sini lebih besar dibandingkan ombak di pantai kuta.
Ada yang sekedar
duduk duduk menikmati pagi atau sekedar memotret pantai Lembongan di pagi hari.
Nusa Lembongan
sama sekali tidak bisa merasakan sun rise, pagi hari sama sekali tidak ada
aktivitas. Benar benar tempat yang cocok untuk menyendiri.
Jam setengah 7
pagi matahari masih belum kelihatan, keadaan langit cenderung mendung.
Karena sopir
kapal sedang mengadakan upacara, jadi pihak hotel tidak bisa mengantarkan kami
ke Junggut Batu, jadi kami putuskan untuk jalan kaki ke Junggut Batu.
Banyak kapal
nelayan merapat, para istri membantu suami mengambil hasil tangkapan ikan.
Karena hari minggu, banyak anak kecil yang bermain disepanjang jalan, ada yang
membantu orang tua menjemur rumput laut.
Rumput laut disini
tidak bisa langsung dimakan tapi harus dioleh dulu. Info dari sopir kapal kalau
rumput lautnya diekspor ke Jepang.
Dari penginapan
jalan kaki pelan pelan sambil menikmati pagi kira kira perlu waktu 15-20 menit.
Penginapan penginapan sedang berbenah, menyapu pasir pantai didepan penginapan,
bersih bersih.
Semakin mendekati
Junggut Batu, tempat pemukiman penduduk, jalan berpasir sudah tidak ada, para
penduduk – perempuan menunggu suaminya pulang dari laut.
Sampai di
pelabuhan Junggut Batu (dekat or sebelah pura Segara) kondisi sudah ramai
oleh penumpang yang akan kembali ke
Sanur.
Disini saya beli
air panas (di Nusa Lembongan tidak ada yang gratis) harga Rp 1.500 (untuk bikin
cereal), sarapan pagi saya ngemil biscuit.
Ada warung kecil
persis disebelah loket tiket boat. Diwarung menjual nasi, mie, snack (saya
kurang tau harganya karena tidak minat beli barang disini).
Sampai di Junggut
Batu kapal sudah penuh, tapi karena kami punya tiket return dan kami minta jam
8 pagi, jadi kami bisa dapat seat. Begitu kami tiba, seat penjualan boat untuk
jam 8 ditutup – alias sold out.
Jam 8 kurang 10
menit, boat dari Sanur datang, setelah menurunkan penumpang, jam 8 kami sudah
dipersilahkan naik boat.
Kali ini saya
duduk didepan, disamping sopir boat. Saya lupa nama boatnya, tapi kata teman
saya lebih bagus dari boat yang kami naiki kemarin.
Ombak hari ini
juga lebih tenang dibadingkan kemarin (kemarin cuaca juga bagus, cerah, hanya
saja pagi ini lebih tenang).
Matahari di Pantai Sanur |
Jam setengah 9
lebih kami sampai di Sanur. Menikamti Sanur sejenak, sambil belanja sedikit
oleh oleh. Belanja pagi hari berdasarkan pengalaman saya di pantai kuta yang
lalu, harga yang diberikan penjual lebih murah. Pilih toko yang baru buka, yang
barang barangnya belum selesai di display, biasanya bisa dapat potongan banyak.
Disini kami
borong sandal jepit – batik 10 pasang, baju bali anak anak, celana pantai, topi,
yang harganya setelah kami tawar, masih lebih murah dari Krisna (pusat oleh
oleh Bali). Win win solutionlah, kita hepi yang jual juga hepi, soalnya kita
belinya banyak.
Jam 9 kami naik
taxi ke Vihara Budha Maitreya (wilayah Denpasar).
Alamat : Jl Gunung
Soputan 88X
Taxi blue bird,
tarif ga sape Rp. 50.000 (mungkin Rp. 47.000 an), tapi saya bayar Rp. 50.000.
Vihara yang satu
ini keren banget, seluruh dindingnya diukir, lantai 1-2. Pengukirnya aja
mengukir selama 2 tahun. Bulan September 2012 ini akan diresmikan.
Pilar utama
dipintu masuk altar terdapat ukiran naga air.
Lantai 1 vihara,
ada altar sembahyang untuk Budha Maitreya, Sakyamuni (Sidharta Gautama),
Avalokitesvara (kwan Im) dan Kwan Kong. Disepanjang dinding luar altar lantai 1
ada ukiran perjalanan hidup Sang Budha (Sidharta Gautama).
Ukiran sangat
detail dan jelas, ukiran dedaun-an, ranting pohon juga terlihat jelas.
Naik ke lantai 2,
altar utama. Dinding disamping tangga ke Lantai 2, terdapat ukiran Budha
Maitreya, yang pengukirnya selama mengukir Budha Maitreya tidak makan daging,
alias vegetarian.
Pilar utama di
depan altar ini terdapat ukiran naga api.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 11, kami mencari rumah makan vegetarian dekat vihara, akan
tetapi rumah makan tersebut tutup, dan info dari pelayan restoran sebelah tidak
ada rumah makan vegetarian lain. Ya sudah kita makan di warung aja.
Yang non vege,
pesan nasi campur (yang jualan orang banyuwangi), yang vege pesan nasi putih
Rp. 3.000, makan lauk yang kami bawa.
Jam 12 siang,
kami sudah akan dijemput Bali Sari Tour. Kami akan rafting di Ayung, Ubud, web
: http://balitourmurah.com/ayung-rafting-ubud-rafting/
Tarif Rafting Rp. 230.000 per orang (Beginner).
Fasilitas : Penjemputan dan penghantaran, handuk, makan
setelah rafting.
Diperlukan uang muka 50% sebelumnya.
Mobil penjemputan Suzuki APV, sopir ramah menjelaskan
tentang Bali. Perjalanan dari Gunung Soputan
ke Ayung, Ubud memerlukan waktu 1 jam.
Sepanjang perjalanan saya memanfaatkan waktu untuk tidur
(hemat energi untuk rafting).
Jam 1 lebih kami sampai dilokasi, yang ternyata disawah
sawah, dibelakang makam.
Tempatnya sepi sekali, petugas rafting belum datang.
1 hari hanya ada rafting 2kali, pagi (penjemputan jam 8
pagi) dan siang (penjemputan jam 12 siang).
10 menit kemudian petugas datang, saya melengkapi form isi
nama, dll (untuk kepentingan asuransi), membayar sisa biaya rafting 50%. Setelah itu kami memilih pelampung,
helm dan diberi dayung.
Ternyata kami belum boleh turun, masih harus menunggu
petugas yang lain, karena ada 2 orang turis asing ikut rafting.
Finish all, kita sama sama turun kebawah.
Alamak tangga turun kebawahnya banyak kali 400 lebih
kayaknya…belum apa apa dah gempor dulu.
Sampai dibawah ternyata harus tunggu lagi, ada tambahan 4
turis asing yang mau rafting. Kita berangkat harus sama sama, tujuannya kalau
ada apa apa diperjalanan ada perahu lain yang bias membantu.
Karena kita ber 5 + 2 bule + 4 tambahan + 3 instruktur = 14
orang, jadi berangkat 3 boat.
Disini ada sedikit insiden. Karena masih harus menunggu
peserta rafting yang lain, jadi kami hanya duduk duduk dibawah. Disini ada 2
buah batu besar, saya duduk dibatu ini sambil tiduran menghadap langit.
Udara sejuk, ditemani suara air mengalir, kiri kanan pohon
hijau, what a wonderful place. Karena tempat yang bagus saya jadi pengen
mengabadikan momen bagus, karena banyak bebatuan dan air mengalir, bagus
sekali.
Dari tempat saya berdiri hasil foto kurang maksimal, jadi saya
pindah ke batu sebelahnya. Setelah selesai potret sana sini, kembalilah saya ke posisi semula.
Nah disinilah terjadi insiden.
Untuk kembali saya harus melalui satu baru datar yang lebar
dan saya sudah lewat batu ini 3 kali. Untuk kali yang ke 4 saya tidak lewat
sebelah kiri batu, tapi saya langsung melangkah kedepan, and you know what,
ternyata permukaan tidak rata, tiba tiba saja permukaan yang saya pijak amblas
ke bawah. Ternyata disana pasir tidak padat, langsung aja kecebur, ga tanggung
tanggung sampai dada.
Kaget, of course, langsung tangan yang pegang kamera saya
naikkan ke atas. Kamera saya Sony Cybershot DSC W55 (kamera jadul banget).
Begitu saya naik keatas, saya coba bisa nyala ga, ternyata masih bisa, ok,
dipake ngeklik foto juga bisa, setelah itu hang, kamera off, lensa tidak bisa
masuk kedalam, LCD mati pet.
Pelajaran kalau barang elektronik kemasukkan air, jangan
langsung dinyalakan bisa konslet partisi didalamnya, tunggu sampai kering baru
dinyalakan kembali.
Pertama tama yang saya lakukan, selamatkan memory card dan
baterai.
Ya udah, berhubung memang rencana mau ganti kamera, jadi
rusak juga ga begitu sakit hati. Ternyata 2 hari setelahnya saya charge baterai
full, lalu saya pasang dikamera saya, and ajaib, nyala, bisa dipakai seperti
sedia kala, kecuali ga bisa display gambar yang sudah diambil. Bukan bermaksud
promosi, tapi kayaknya kamera Sony – oke. Saya beli kamera Sony lagi (bukan
branded, tapi saya suka gambar dan warna plus menu kamera Sony, dibandingkan
merk lain, hasil juga lebih bagus, sudah saya buktikan (perbandingan dengan
kamera Lumix dan Canon), tapi jangan dibandingkan sama kamera SLR lho.
Karena peserta yang lain kagak nongol nongol, kita ber lima berangkat. Sebelumnya
dikasih briefing singkat sama coach kita – Sule, namanya. Cara pegang dayung,
dan apa yang harus dilakukan selama rafting.
Info dari Sule, saat ini kurang bagus untuk rafting, karena
ketinggian air dibawah 20cm (ga tau ukuran 20 cm itu diukur dari mana). Paling
bagus rafting saat ketinggian air 50cm, kalau 60 cm itu bahaya, arus deras.
Ketinggian 50cm itu saat musim hujan.
Perjalanan 5 km, lama perjalanan rafting 2 jam, dan ada 2
titik poin pemberhentian, 2 tempat stop untuk berenang (kalo mau – info dari
Sule air tidak dalam, jadi aman dipakai berenang) plus 1 tempat istirahat (ada
warung kecil).
Titik poin pertama, tembok ukiran Ramayana – diukir tahun
1970 an. Kira kira sepanjang 500 meter
ada ukiran di sepanjang tembok sungai. Didekat sini ada penduduk lokal yang
nakal, menambang pasir secara illegal.
Titik point yang ke dua, air terjun, sempatkanlah untuk
berforo ria disini. Air terjun mini, tapi bagus, airnya deras sekali.
Bagi yang tidak bisa berenang saya sarankan tidak usah
berenang, memang dipermukaan air tampak tenang, akan tetapi dibawah ada arus
air, jadi bisa hanyut.
Sepanjang sungai ada beberapa resort yang mahal, dan hanya
ada 1 rwesort yang menurut saya TOP BGT, yang pasti bayarnya pake USD. Bagus
banget, pemadangannya cocok dengan Ubud, letak resort hijau-banyak pohon, ada
aliran sungai dibelakangnya. Minggu lalu ada couple dari USA menyelenggarakan pernikahan di
resort ini (saya lupa nama resortnya).
Kami berhenti disatu point (ada warung), tapi harganya
alamak…… selangit. Masa kopi segelas harganya sampe 30.000, semua minuman 30
ribu.
Batal deh acara saya minum degannya.
Kira kira jam 5 sore kami sampai di tujuan. Untuk naik
keatas harus naik anak tangga, yang menurut saya lebih banyak dibandingkan
dengan anak tangga yang saya turuni sebelumnya.
Sampai diatas, kami diberi handuk untuk mandi, tempat
mandinya seperti di kolam renang, tapi tirainya cuma kain bali yang tipis, jadi
ga pede mandinya.
Setelah mandi kami makan, (fasilitas rafting), menu ala
kadar 5 macam menu (1 macam sup), kerupuk, plus air putih.
Selesai makan, kami memberikan tips rafting ke Sule Rp.
100.000 (kebanyakan ga yah…), lalu kami diantarkan kembali ke Hotel Tune –
Legian oleh bali Sari Tour.
Ini pertama kalinya saya menginap di Tune hotel. Hotel
bagus, gambaran ruangan persis seperti apa yang saya lihat diinternet. Kasur
Ok, toilet OK, nice to try.
Selesai check in (ada deposit key Rp. 15.000 per room,
dikembalikan saat check out), kami lanjut naik taxi ke Krisna – Kuta, Rp.
25.000
Belanja belanji, snack, baju, topi, tas, etc, murah murah…
Kembali kami naik taxi ke kuta, pijat – soalnya besok senin
mo kerja, jadi persiapan supaya ga gempor gempor amat.
Massage full body, Rp. 70.000 (1 jam)
Refleksi Rp. 25.000 (30 menit)
Jam 23.30 kami naik taxi balik ke hotel, Rp. 22.000. Ini
kali pertama kali saya merasakan jalan Legian sepi, ga banyak orang yang
berlalu lalang, turis lokal or bule jarang, dari jam 8 malam yang biasanya
padat oleh pejalan kaki, tidak tampak kerumunan orang.
Next day….
Saya kurang bisa
tidur, jam setengah 5 pagi sudah bangun, mandi, lalu ke receptsionis minta
ditelponkan taxi (karena taxi datang +/- 15-20 menit).
Jam setengah 6
berangkat ke Ngurah Rai, perjalanan tidak macet – argo Rp. 50.000.
Jalan kaki masuk
ke terminal jauuuhhh banget, rasanya lebih jauh dibandingkan saat kedatangan.
Karena naik Air asia, sudah check in, jadi kami langsung ke gate.
Bayar airport tax
Rp. 40.000
Waiting room,
sama seperti bandara Polonia – Medan.
Hanya saja di sini sudah banyak depot berjualan makanan, plus merchandise. Ada
4 komputer yang bisa dipakai untuk online. Kayaknya Ngurah Rai ga free duty
shop, barang barangnya mahal..
Board on time,
didalam flight ada penumpang yang ulangtahun, dikasih surprise oleh Airasia,
pake topi ultah dan ada cake tart, plus foto foto dengan crew pesawat.
Saya jadi suka
terbang pagi hari, saat berangat (hari Sabtu) saya mendapatkan pemandangan
sunrise, saat landing hari ini saya disuguhkan pemandangan gunung yang
keren....
I Like my flight,
my trip, my journey, short but meaningful.
See you at my
next trip...China, wait for me...